Di tengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan, sebuah tradisi unik dan memikat masih lestari: Nyongkolan. Upacara pernikahan adat Sasak ini menghadirkan perpaduan menarik antara kearifan lokal dan dinamika kehidupan modern, menawarkan pengalaman budaya yang tak terlupakan bagi siapa pun yang menyaksikannya.
Nyongkolan, secara harfiah berarti “berjalan beriringan”, merupakan prosesi pengantin menuju rumah mempelai wanita. Lebih dari sekadar perjalanan, Nyongkolan adalah sebuah pertunjukan budaya yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Prosesi ini sarat dengan makna simbolis, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Sasak yang menekankan pada kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan restu ilahi.
Berbeda dengan pernikahan modern yang cenderung minimalis dan sederhana, Nyongkolan menghadirkan sebuah pesta rakyat yang meriah. Kehadirannya di tengah kota Mataram yang modern menjadi sebuah kontras yang menarik, menunjukkan bagaimana tradisi mampu beradaptasi dan tetap eksis di tengah arus globalisasi. Kita dapat menyaksikan rombongan pengantin yang terdiri dari puluhan bahkan ratusan orang berjalan kaki, mengiringi pengantin menuju rumah mempelai wanita. Suasana ramai dan semarak tercipta berkat alunan musik tradisional gamelan Sasak yang mengalun merdu, diiringi oleh tarian-tarian khas Sasak yang lincah dan penuh ekspresi.
Pesona Nyongkolan terletak pada detail-detail kecil yang menyimpan makna mendalam. Busana pengantin yang dikenakan merupakan warisan budaya yang kaya akan simbolisme. Pengantin perempuan biasanya mengenakan pakaian adat Sasak yang disebut bebed, berupa kain tenun ikat dengan motif dan warna yang beragam, menunjukkan status sosial dan keindahan. Rambutnya disanggul dengan rapi, dihiasi dengan berbagai aksesoris tradisional seperti bunga melati dan perhiasan emas. Sementara pengantin pria mengenakan pakaian adat berupa baju bodo dan kain songket, menunjukkan ketampanan dan kegagahan.
Bukan hanya pakaian pengantin, seluruh anggota rombongan juga mengenakan pakaian adat Sasak. Keberagaman motif dan warna kain yang dikenakan menambah semarak prosesi ini. Para penari, yang biasanya terdiri dari kaum perempuan, menampilkan tarian-tarian tradisional yang penuh makna, seperti Tari Gendang Beleq dan Tari Jaipong Sasak. Tarian-tarian ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan bagian integral dari upacara Nyongkolan, mengucapkan syukur dan harapan bagi kehidupan rumah tangga pengantin yang baru.
Perjalanan menuju rumah mempelai wanita bukanlah perjalanan biasa. Rombongan Nyongkolan akan melewati rute-rute tertentu, seringkali melewati tempat-tempat yang dianggap sakral bagi masyarakat Sasak. Hal ini menunjukkan penghormatan terhadap leluhur dan alam sekitar. Sepanjang perjalanan, rombongan akan disambut oleh warga sekitar dengan penuh suka cita. Mereka akan memberikan makanan dan minuman kepada rombongan, menunjukkan keakraban dan kebersamaan dalam merayakan momen bahagia tersebut.
Salah satu hal yang menarik untuk diamati adalah kehadiran penghulu atau pemimpin agama Islam dalam upacara Nyongkolan. Hal ini menunjukkan sinkretisme budaya yang unik di Lombok, di mana tradisi adat Sasak dipadukan dengan ajaran Islam. Penghulu akan membacakan doa dan memberikan wejangan kepada kedua mempelai, memberikan restu dan harapan bagi kehidupan mereka di masa mendatang.
Di tengah kota Mataram yang modern, kita dapat menyaksikan adaptasi Nyongkolan terhadap perkembangan zaman. Kendaraan bermotor, meskipun tidak menjadi bagian utama prosesi, terkadang digunakan untuk membantu membawa barang-barang bawaan rombongan atau mengangkut anggota keluarga yang lanjut usia. Namun, esensi dari Nyongkolan, yaitu berjalan kaki beriringan, tetap dipertahankan. Hal ini menunjukkan kemampuan tradisi untuk beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya.
Kehadiran Nyongkolan di tengah kota Mataram juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang tertarik untuk menyaksikan keindahan dan keunikan upacara pernikahan adat Sasak ini. Hal ini memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar, menciptakan peluang usaha baru seperti penyewaan pakaian adat, penjualan makanan dan minuman tradisional, serta jasa fotografi.
Namun, di tengah perkembangan zaman, terdapat tantangan yang dihadapi untuk melestarikan tradisi Nyongkolan. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup masyarakat modern yang cenderung lebih praktis dan minimalis. Persiapan upacara Nyongkolan yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, kadang menjadi kendala bagi sebagian keluarga. Selain itu, masuknya budaya luar juga dapat mengancam kelestarian tradisi ini.
Oleh karena itu, upaya pelestarian tradisi Nyongkolan perlu dilakukan secara terus-menerus. Pemerintah daerah, lembaga adat, serta masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga dan mempromosikan tradisi ini kepada generasi muda. Pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya melestarikan budaya lokal sangat penting untuk dilakukan. Dengan demikian, tradisi Nyongkolan dapat tetap lestari dan menjadi warisan budaya yang membanggakan bagi masyarakat Lombok.
Melihat Nyongkolan di tengah kota Mataram adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Kita dapat menyaksikan bagaimana tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan, menciptakan harmoni yang indah. Tradisi Nyongkolan tidak hanya menjadi sebuah upacara pernikahan, tetapi juga menjadi sebuah representasi dari identitas budaya masyarakat Sasak, yang tetap kokoh berdiri di tengah arus globalisasi. Kehadirannya di tengah kota Mataram menjadi bukti bahwa tradisi mampu beradaptasi dan tetap hidup di era modern, menawarkan pesona budaya yang terus memikat dan menginspirasi. Melalui pelestarian yang konsisten, Nyongkolan akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan budaya Nusa Tenggara Barat.