Udara pagi yang sejuk bercampur dengan semilir angin membawa aroma itu hingga ke hidung saya, mengundang rasa penasaran yang tak tertahankan. Di sinilah, di tengah kehidupan masyarakat Sasak yang masih kental dengan tradisi, saya berkesempatan menyaksikan proses pembuatan kopi tradisional Sasak, sebuah pengalaman yang tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga memperkaya wawasan budaya.
Masyarakat Sasak, suku asli Pulau Lombok, memiliki kearifan lokal yang luar biasa dalam mengolah hasil bumi. Kopi, salah satu komoditas andalan mereka, diolah dengan cara yang unik dan turun-temurun, menghasilkan cita rasa yang berbeda dari kopi-kopi modern yang telah banyak diolah secara massal. Proses pembuatannya, yang saya saksikan langsung, ternyata penuh dengan detail dan ketelitian, sebuah perpaduan harmonis antara alam dan keahlian manusia.
Perjalanan saya dimulai dengan mengunjungi kebun kopi milik Pak Made, seorang petani kopi yang ramah dan berpengetahuan luas tentang kopi tradisional. Kebunnya tak seluas perkebunan kopi modern, namun terawat dengan baik. Pohon-pohon kopi tumbuh subur di antara pepohonan lain, menciptakan ekosistem yang seimbang. Pak Made menjelaskan bahwa pemilihan lokasi penanaman sangat penting, karena mempengaruhi kualitas biji kopi. Ketinggian, jenis tanah, dan curah hujan semuanya berperan dalam menghasilkan biji kopi yang berkualitas.
Setelah panen, biji kopi mentah yang masih terbungkus kulit ceri, kemudian diproses dengan cara yang sederhana namun efektif. Proses pertama adalah pengupasan kulit ceri. Dulu, hal ini dilakukan secara manual, dengan tangan, namun kini Pak Made menggunakan mesin pengupas sederhana yang masih mengandalkan tenaga manusia. Mesin ini memutar biji kopi di dalam sebuah wadah, memisahkan kulit ceri dari biji kopi. Proses ini memakan waktu, namun hasilnya lebih terjaga kualitasnya dibandingkan dengan mesin pengupas modern yang bertenaga besar.
Biji kopi yang telah terpisah dari kulit cerinya kemudian dijemur. Bukan dijemur di atas terpal seperti yang sering kita lihat, melainkan di atas alas bambu yang bersih. Biji kopi tersebut dihamparkan tipis-tipis, agar terpapar sinar matahari secara merata. Proses penjemuran ini juga membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Biji kopi harus dibolak-balik secara berkala agar tidak lembap dan terhindar dari jamur. Pak Made menjelaskan bahwa proses penjemuran yang baik akan menghasilkan biji kopi yang kering sempurna, dengan kadar air yang ideal. Cuaca pun menjadi faktor penting; jika hujan turun, biji kopi harus segera dipindahkan ke tempat yang terlindung.
Setelah beberapa hari dijemur, biji kopi telah kering dan siap untuk diproses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah pengupasan kulit ari dan perak. Ini adalah proses yang cukup rumit dan membutuhkan keterampilan khusus. Dulu, masyarakat Sasak melakukan pengupasan kulit ari dan perak secara manual, dengan cara digosok-gosokkan. Kini, Pak Made menggunakan mesin penggiling sederhana. Mesin ini memutar biji kopi di dalam sebuah wadah, memisahkan kulit ari dan perak dari biji kopi. Proses ini menghasilkan biji kopi yang bersih dan siap untuk dipanggang.
Pemanggangan biji kopi merupakan tahapan yang paling krusial dalam menentukan cita rasa kopi. Pak Made menggunakan wajan tanah liat untuk memanggang biji kopi. Proses ini dilakukan secara tradisional, dengan api yang diatur secara manual. Pak Made dengan cekatan mengaduk biji kopi agar matang merata. Aroma kopi yang khas mulai tercium, semakin kuat seiring dengan proses pemanggangan. Warna biji kopi berubah dari hijau menjadi cokelat keemasan. Pak Made menjelaskan bahwa tingkat kematangan biji kopi sangat menentukan cita rasa kopi yang dihasilkan. Pemanggangan yang terlalu lama akan menghasilkan kopi yang pahit, sedangkan pemanggangan yang terlalu singkat akan menghasilkan kopi yang hambar.
Setelah dipanggang, biji kopi didinginkan. Biji kopi yang masih panas kemudian dikipasi agar cepat dingin. Proses pendinginan ini penting untuk mencegah biji kopi menjadi gosong. Setelah dingin, biji kopi kemudian dipisahkan dari sekamnya. Proses ini dilakukan secara manual, dengan cara menampi biji kopi. Biji kopi yang telah bersih dan terpisah dari sekamnya kemudian disimpan dalam wadah kedap udara.
Proses pembuatan kopi tradisional Sasak tidak berhenti sampai di situ. Cara penyeduhannya pun unik dan menjadi bagian penting dari pengalaman menikmati kopi ini. Pak Made menunjukkan cara menyeduh kopi dengan menggunakan alat tradisional berupa teko tanah liat. Air panas dituang ke dalam teko yang telah berisi biji kopi yang telah digiling kasar. Proses penyeduhan ini membutuhkan waktu dan kesabaran. Aroma kopi yang harum memenuhi ruangan, semakin menggugah selera.
Setelah beberapa saat, kopi yang telah diseduh dituang ke dalam cangkir. Warna kopi tampak pekat dan mengkilap. Aroma kopi yang khas masih terasa kuat. Saya mencicipi kopi tersebut, dan rasanya sungguh luar biasa. Cita rasa kopi tradisional Sasak ini berbeda dari kopi modern yang biasa saya minum. Rasanya lebih kaya, lebih kompleks, dengan sedikit rasa asam dan pahit yang seimbang. Rasa tanah dan sedikit manis alami dari biji kopi terasa begitu jelas. Ini adalah pengalaman yang tak terlupakan.
Lebih dari sekedar minuman, proses pembuatan kopi tradisional Sasak mencerminkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Sasak. Prosesnya yang panjang dan penuh ketelitian menunjukkan betapa masyarakat Sasak menghargai proses dan hasil kerja keras mereka. Kopi tradisional Sasak bukan hanya sekadar minuman, tetapi juga sebuah warisan budaya yang perlu dilestarikan. Melalui proses pembuatannya, kita dapat memahami betapa pentingnya menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal dalam menghasilkan produk berkualitas.
Pengalaman saya menyaksikan proses pembuatan kopi tradisional Sasak ini telah membuka mata dan pikiran saya. Saya tidak hanya menikmati secangkir kopi yang lezat, tetapi juga belajar tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Sasak. Ini adalah sebuah perjalanan yang memperkaya pengalaman hidup saya, dan saya berharap lebih banyak orang dapat merasakan dan belajar dari proses pembuatan kopi tradisional yang luar biasa ini. Semoga tradisi ini tetap lestari dan terus diwariskan kepada generasi selanjutnya, agar kekayaan budaya Indonesia tetap terjaga. Cita rasa kopi yang unik ini patut diapresiasi dan dilindungi sebagai bagian dari warisan kuliner Indonesia yang tak ternilai harganya.