Categories Travel

Ikut Belajar Masak Makanan Sasak Bersama Ibu-Ibu Desa

Di balik panorama pantai pasir putih dan Gunung Rinjani yang menjulang, tersimpan warisan rasa dalam setiap hidangan khas Sasak, suku asli Lombok. Kesempatan untuk belajar memasak langsung dari ahlinya, ibu-ibu desa yang telah mewarisi resep turun-temurun, menjadi pengalaman tak terlupakan. Aroma rempah-rempah yang harum, keakraban suasana dapur rumah tradisional, dan senyum ramah para ibu menjadi bumbu penyedap perjalanan kuliner ini.

Pagi itu, mentari Lombok bersinar cerah menyambut kedatangan saya di sebuah desa kecil di Lombok Tengah. Udara sejuk masih terasa meskipun matahari mulai meninggi. Saya disambut hangat oleh Nyai Aminah, seorang perempuan paruh baya dengan senyum ramah dan tangan yang cekatan. Beliau adalah salah satu dari beberapa ibu-ibu desa yang akan memandu saya dalam kelas memasak makanan Sasak hari ini. Rumah panggung tradisional menjadi tempat berlangsungnya kegiatan ini, dengan lantai kayu yang terasa dingin di bawah kaki. Suasana rumah terasa begitu nyaman dan tenang, jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota.

Sebelum memulai proses memasak, Nyai Aminah mengajak saya berkeliling melihat bahan-bahan yang akan digunakan. Taman kecil di belakang rumah dipenuhi aneka rempah-rempah seperti kemiri, kunyit, jahe, lengkuas, dan serai. Aroma harum rempah-rempah langsung menyambut hidung, membangkitkan selera dan rasa penasaran akan cita rasa masakan yang akan dihasilkan. Selain rempah-rempah, berbagai sayuran segar seperti terong, cabai, dan daun kemangi juga tampak tertata rapi. Bahan-bahan utama lainnya, seperti daging sapi, ayam, atau ikan, tergantung menu yang akan dimasak. Penggunaan bahan-bahan lokal dan segar menjadi ciri khas masakan Sasak, menghasilkan rasa yang autentik dan lezat.

Ikut Belajar Masak Makanan Sasak Bersama Ibu-Ibu Desa

Hari ini, menu yang akan kita buat adalah tiga hidangan khas Sasak: Plecing Kangkung, Sate Rembiga, dan Ares. Nyai Aminah menjelaskan bahwa setiap hidangan memiliki cerita dan makna tersendiri bagi masyarakat Sasak. Plecing Kangkung, misalnya, adalah hidangan sederhana namun kaya rasa. Sayuran kangkung yang direbus lalu disiram dengan sambal khas Lombok yang pedas dan segar, menjadi perpaduan yang pas untuk menggugah selera makan. Resep sambalnya pun unik, menggunakan campuran cabai rawit, bawang putih, terasi, dan sedikit gula merah, menghasilkan rasa pedas yang berpadu dengan sedikit manis dan gurih.

Proses pembuatan Plecing Kangkung terbilang sederhana. Kangkung dicuci bersih dan direbus hingga layu. Sementara itu, sambal diulek hingga halus. Setelah kangkung direbus, sambal langsung disiramkan di atasnya. Kecepatan dalam menyajikan Plecing Kangkung menjadi kunci agar kangkung tetap renyah dan sambal tidak terlalu meresap. Nyai Aminah menunjukkan teknik mengulek sambal dengan cekatan, gerakan tangannya begitu terampil dan terlatih. Ia menjelaskan bahwa kunci sambal yang enak terletak pada keseimbangan rasa pedas, gurih, dan sedikit manis. Proses mengulek sambal ini pun menjadi momen pembelajaran tersendiri, belajar teknik mengulek yang benar agar sambal terasa lebih sedap.

Selanjutnya, kita beralih ke Sate Rembiga, sate khas Lombok yang terbuat dari daging sapi yang dibumbui dengan rempah-rempah. Proses pembuatan Sate Rembiga jauh lebih kompleks dibandingkan Plecing Kangkung. Daging sapi yang telah dipotong kecil-kecil harus direndam terlebih dahulu dalam bumbu rempah yang terdiri dari berbagai macam rempah-rempah seperti ketumbar, merica, kunyit, jahe, lengkuas, dan serai. Proses perendaman ini membutuhkan waktu yang cukup lama agar bumbu meresap sempurna ke dalam daging. Aroma rempah-rempah yang harum memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang begitu mengasyikkan. Setelah direndam, daging ditusuk dan dibakar di atas bara api hingga matang. Teknik membakar sate juga menjadi hal penting agar sate tidak gosong dan tetap juicy. Nyai Aminah dengan sabar mengajari saya cara membakar sate yang benar, memperhatikan api dan memastikan kematangan daging.

Hidangan terakhir yang kita buat adalah Ares. Ares merupakan makanan khas Sasak yang terbuat dari jantung pisang yang dimasak dengan santan dan rempah-rempah. Jantung pisang yang telah dibersihkan diiris tipis-tipis lalu direbus hingga empuk. Setelah itu, jantung pisang direbus kembali dengan santan yang telah diberi bumbu rempah seperti kunyit, jahe, dan lengkuas. Proses memasak Ares membutuhkan kesabaran dan ketelitian agar tekstur jantung pisang tetap lembut dan tidak hancur. Aroma santan yang gurih berpadu dengan aroma rempah-rempah menciptakan perpaduan rasa yang unik dan menggugah selera.

Selama proses memasak, Nyai Aminah dan ibu-ibu lainnya tidak hanya mengajari saya teknik memasak, tetapi juga berbagi cerita dan pengetahuan tentang budaya Sasak. Mereka bercerita tentang sejarah hidangan-hidangan tersebut, makna di balik setiap bumbu yang digunakan, dan bagaimana masakan-masakan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sasak. Percakapan yang mengalir natural, penuh canda dan tawa, membuat suasana belajar memasak terasa lebih hangat dan akrab. Saya merasa bukan hanya belajar memasak, tetapi juga belajar tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Sasak.

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya ketiga hidangan tersebut siap disajikan. Aroma Plecing Kangkung yang pedas, Sate Rembiga yang harum, dan Ares yang gurih memenuhi ruangan. Kami menikmati hasil karya kami bersama dengan penuh kebahagiaan. Rasa masakan yang autentik dan lezat membuat saya semakin kagum dengan kekayaan kuliner Sasak. Rasa pedas sambal Plecing Kangkung yang menggigit lidah, kelembutan daging Sate Rembiga yang meresap bumbu, dan gurihnya Ares yang lembut di mulut, menjadi perpaduan rasa yang tak terlupakan.

Pengalaman belajar memasak makanan Sasak bersama ibu-ibu desa ini bukan hanya sekedar belajar teknik memasak, tetapi juga merupakan perjalanan budaya yang berharga. Saya belajar tentang kearifan lokal, keramahan masyarakat Sasak, dan kekayaan kuliner yang tersembunyi di balik keindahan alam Lombok. Lebih dari itu, saya mendapatkan pengalaman berharga tentang bagaimana rasa dan keakraban dapat tercipta dari proses memasak bersama. Kenangan ini akan selalu tersimpan dalam ingatan, menjadi cerita yang akan saya bagikan kepada orang lain, dan menjadi motivasi untuk terus menggali kekayaan kuliner Indonesia. Semoga warisan kuliner Sasak ini dapat terus lestari dan dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan dunia.

More From Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like