Pagi itu, udara Lombok terasa sejuk. Embusan angin membawa aroma khas pedesaan yang menyegarkan. Perjalanan menuju Desa Rambitan, dengan hamparan sawah hijau yang membentang luas, terasa begitu menenangkan. Sesampainya di lokasi, suasana hangat langsung menyambut. Sejumlah ibu-ibu Desa Rambitan, dengan senyum ramah dan tangan-tangan yang terampil, telah bersiap menyambut para peserta kelas memasak. Rumah panggung tradisional yang menjadi tempat kegiatan ini terasa begitu nyaman dan sarat akan keakraban.
Kelas memasak ini bukan sekadar belajar membuat makanan. Ini adalah sebuah proses belajar budaya, berbagi cerita, dan menjalin silaturahmi. Sebelum memulai praktik memasak, para ibu-ibu terlebih dahulu berbagi cerita tentang asal-usul dan filosofi di balik setiap hidangan Sasak. Mereka menjelaskan tentang bahan-bahan yang digunakan, teknik memasak turun-temurun, dan makna yang terkandung di dalamnya. Cerita-cerita ini, yang diselingi tawa dan canda, membuat suasana kelas terasa begitu hidup dan akrab.
Salah satu hidangan yang menjadi fokus utama adalah Plecing Kangkung. Lebih dari sekadar tumis kangkung, Plecing Kangkung adalah representasi cita rasa Lombok yang khas. Rahasianya terletak pada sambal plecing yang terbuat dari cabai rawit, terasi, garam, dan sedikit gula aren. Ibu-ibu dengan cekatan menumbuk bahan-bahan sambal hingga halus, mengeluarkan aroma yang menggugah selera. Proses menumbuk ini sendiri merupakan bagian penting, karena tekstur dan aroma sambal plecing sangat bergantung pada cara penumbukannya. Tak hanya itu, pemilihan cabai pun berpengaruh pada tingkat kepedasan dan cita rasa sambal. Ibu-ibu dengan sabar menjelaskan perbedaan jenis cabai dan bagaimana memilih cabai yang tepat untuk menghasilkan sambal plecing yang sempurna.
Setelah sambal plecing siap, kangkung segar yang telah dibersihkan kemudian ditumis sebentar. Kuncinya adalah menjaga agar kangkung tetap renyah dan hijau. Proses pencampuran sambal dan kangkung pun dilakukan dengan hati-hati, agar sambal tercampur merata namun kangkung tetap mempertahankan teksturnya. Hasilnya, Plecing Kangkung yang disajikan begitu menggugah selera, dengan rasa pedas yang nampol, gurih, dan sedikit manis dari gula aren. Rasa yang sederhana namun begitu kaya akan cita rasa.
Hidangan berikutnya yang tak kalah menarik adalah Ares. Ares merupakan makanan khas Sasak yang terbuat dari daging sapi atau kerbau yang direbus hingga empuk. Proses pembuatan Ares ini cukup memakan waktu, karena daging harus direbus hingga benar-benar empuk dan meresap bumbu. Para ibu-ibu menjelaskan bahwa kunci kelezatan Ares terletak pada pemilihan daging dan bumbu rempah yang tepat. Mereka menggunakan berbagai rempah tradisional seperti serai, lengkuas, jahe, dan kunyit, yang menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas. Proses merebus Ares ini juga mengajarkan tentang kesabaran dan ketelatenan dalam memasak.
Selain Plecing Kangkung dan Ares, peserta kelas juga diajarkan membuat Sate Rembiga. Sate ini terbuat dari daging sapi atau kambing yang dibumbui dengan rempah-rempah khas Sasak. Proses pembuatan Sate Rembiga cukup rumit, mulai dari pemilihan daging, marinasi, hingga cara membakarnya. Para ibu-ibu dengan sabar menjelaskan teknik membakar sate agar daging matang sempurna dan tidak gosong. Mereka juga berbagi tips agar sate tetap empuk dan juicy. Aroma sate yang harum saat dibakar semakin menambah semarak suasana kelas memasak.
Tak hanya hidangan utama, peserta kelas juga diajarkan membuat beberapa makanan pendamping, seperti Nasi Balap Puyung dan berbagai macam minuman tradisional Sasak. Nasi Balap Puyung, nasi putih yang dibungkus daun pisang, memiliki aroma dan cita rasa yang unik. Sedangkan minuman tradisional Sasak, seperti teh manis dan berbagai jenis jus buah, menjadi pelengkap yang menyegarkan.
Sepanjang kelas memasak, para ibu-ibu tak hanya berbagi resep dan teknik memasak, namun juga berbagi cerita tentang kehidupan mereka, budaya Sasak, dan berbagai hal lainnya. Mereka dengan ramah menjawab berbagai pertanyaan dari peserta, menciptakan suasana yang hangat dan penuh keakraban. Suasana kekeluargaan ini menciptakan pengalaman belajar yang tak ternilai harganya. Bukan hanya sekedar ilmu memasak yang didapatkan, namun juga pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Sasak.
Di penghujung acara, semua peserta berkumpul bersama menikmati hasil masakan mereka. Hidangan-hidangan Sasak yang telah disiapkan tertata rapi di atas meja. Aroma Plecing Kangkung, Ares, dan Sate Rembiga yang menggugah selera memenuhi ruangan. Suasana makan bersama ini terasa begitu hangat dan penuh kebersamaan. Semua peserta saling berbagi cerita dan pengalaman, sambil menikmati kelezatan masakan Sasak yang telah mereka buat sendiri.
Pengalaman mengikuti kelas memasak makanan Sasak bersama ibu-ibu Desa Rambitan ini menjadi pengalaman yang sangat berharga. Bukan hanya belajar memasak hidangan-hidangan tradisional Sasak yang lezat, namun juga belajar tentang budaya, kearifan lokal, dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Sasak. Lebih dari itu, kelas memasak ini menjadi wadah untuk menjalin silaturahmi dan berbagi kebahagiaan bersama. Ini adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan, dan menjadi sebuah inspirasi untuk terus melestarikan kekayaan kuliner Indonesia. Semoga kegiatan seperti ini dapat terus dilakukan, untuk memperkenalkan dan melestarikan kekayaan kuliner Nusantara kepada generasi muda. Dan semoga, semangat dan keramahan ibu-ibu Desa Rambitan selalu menjadi inspirasi bagi kita semua.